Minggu, 13 Maret 2011

Mengapa harus suami orang!

Tulisan ini adalah kejengkelan yang sudah disimpan-simpan dalam hati selama lebih dari setahunan. Mengapa sebelum-sebelumnya sungkan untuk dituangkan dalam tulisan? Khawatir menimbulkan...sesuatu yang buruk,negatif,tak menyenangkan,dsb

menulik seperti mb'zizah pengalaman hasil 'menguping' pembicaraan anak ababil..

A: cowok itu justru makin menarik kalau sudah lepas usia 30 tahunan..
B: nah,masalahnya biasa yang uda 30an uda pada punya istri..
A: justru itu...

*mau pingsan dengarnya..

Kalau ababil yang ngomong gitu mungkin bisa dimaklumi..mereka masih muda,energic,fresh,lucu,menyenangkan,dan masih mencari jati diri..daaan,tak semua yang demikian..

Namun bagaimana jika hal itu dilakukan oleh seorang yang usianya 25an? Seorang wanita yang tidak lagi remaja? Mungkin wajar jika wanita 'biasa'..namun jika itu dilakukan oleh AKHWAT? Yg notabene PAHAM. Yg di fb nya terpampang jelas foto berbagai aksi kekaderan yang digeluti?

Mengapa harus suami orang?
Dan dilakukan dengan cara yang (maaf) sangat menjijikkan!

Karena faktor usia?
Gelisah karena usia yang telah menjelang atau hampir melewati seperempat abad?

Mengapa harus dengan suami orang?
Padahal telah mengetahui statusnya adalah suami orang dan telah memiliki anak!

Mengapa harus dengan suami orang,ukht?
Karena ia tak hanya sholeh,namun juga matang,mapan,dan tampan?

Mengapa harus dengan suami orang,ukht?
Apakah karena usia yang menjadikan kegelisahanmu menyaingi keyakinanmu atas janji pasti Allah?

Naudzubillahi min dzalik

semoga saya terhindar dari perbuatan demikian.


Tiga teman seperjuangan mengalami hal ini.
Saya,walaupun tidak mengalami langsung (dan semoga tidak akan pernah mengalaminya) merasa panas dan sedih sekali..

Rasanya ingin sekali nyamperin tuh akhwat,
'Heh,mikir ga sih,gimana perasaan kamu kalau kamu yang diposisi istri yang suaminya kamu goda dengan obrolan-obrolan ga penting di chat,sms,telp..seolah-olah kamulah istrinya yang punya hak menceritakan apapun yang kamu lalui seharian! Bahkan lebih dari sekedar itu,tak sadarkah betapa menjijikkannya ketika obrolan itu telah menjurus ke hal-hal yang tak seharusnya diobrolkan pada laki-laki yang bukan muhrim kamu,mungkin kamu mengganggap biasa,tapi coba kamu merasa jika kamu berada diposisi istrinya,ibu anak-anaknya!"

mengapa harus suami orang?
Apa sih ukht yang kamu harapkan dari perbuatanmu ini,ukht?

Bukan hanya istri anaknya yang terluka dengan perbuatanmu itu,namun juga orang-orang di sekeliling mereka,tidakkah kamu pernah merasa-rasa jika hal itu terjadi padamu?

Jika memang bersedia menjadi istri kedua,lakukanlah dgn cara yang ahsan,ukht..

Mengapa harus suami orang?
Bagaimanapun,jika alasannya karena perempuan lain amat sangat sukar untuk dapat diterima,karena pasti sangat menyakiti,ukht..tak sadarkah kamu akan hal itu?

Bagaimana jika itu dialami ibumu,adik perempuanmu,anak perempuanmu kelak?



Bahkan hanya mendengarpun,aku demikian ikut terluka..

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Allah, jangan pula izinkan hati kami sesedikit apapun menghina jiwa-jiwa pendosa. Sebab ada kata-kata Imam Ahmad ibn Hanbal dalam Kitab Az Zuhd yang selalu menginsyafkan kami. “Sejak dulu kami menyepakati”, tulis beliau, “Bahwa jika seseorang menghina saudara mukminnya atas suatu dosa, dia takkan mati sampai Allah mengujinya dengan dosa yang semisal dengannya.” (dikutip dari artikel Salim A. Fillah)

Sarah Mellina mengatakan...

Astagfirullah ... jazakumullah khair telah mengingatkan, semoga Allah mengampuni kesalahan saya T_T