Minggu, 20 Mei 2012

Sepatuku, Saksi Semangatku..

Tak terasa, tahun ini aku sudah kelas 3 SMA. Itu artinya, hanya tinggal hitungan bulan aku mengenakan seragam sekolah dan sepatu ini. Sepatu kesayangan. Ingin rasanya, membeli sepatu baru di kelas tiga ini, “tapi tanggung, Insya Allah sudah mau lulus” pikirku. “Lagipula, uang darimana?” tanya hati kecilku. Ya, sepatu ini kubeli bersama ibu saat aku akan menempuh ujian akhir untuk menjadi seorang siswi SMA. Hingga akhirnya, Alhamdulillah, Allah perkenankan aku menjadi siswi di salah satu SMA terfavorit di kotaku.

Sepatuku adalah saksi semangatku. Bersamanya, kulalui perjuangan ujian akhir sekolah dengan baik, hingga menjadikanku salah satu siswi dengan nilai kelulusan terbaik di kotaku. Bersamanya pula, aku mendaftar ke beberapa SMA hingga akhirnya aku diterima menjadi siswi di salah satu SMA favorit yang kuharapkan.

Hari-hari di SMA begitu menyenangkan bagiku. Aku mulai mengenal dan aktif pada beberapa organisasi sekolah, mengikuti beberapa kegiatan eksakulikuler. Seperti FKRM (Forum Kreativitas Remaja Muslim), English club, Club mading dan fotografi, serta OSIS. Alhamdulillah, semua dapat terjalani dengan baik berkat Allah dan kesetiaan sepatuku yang selalu kukenakan setiap hari, seharian berjalan ke sana kemari, yang rela dilepas hanya ketika aku melaksanakan sholat Dzuhur dan Ashar.

Di tahun kedua SMA, teman-temanku tampak mengenakan sepatu baru, namun aku tidak. Masih loyal pada sepatuku. Toh masih bagus dan kuat. Masih sangat nyaman dikenakan. Akupun masih santai mengenakannya. Hingga saat musim hujan tiba, sepatuku kebasahan dan air mulai terasa membanjiri dalam sepatu. Walah, ternyata tapak sepatuku mulai ada bolongnya. Tak kelihatan dan tak terasa karena ukuran lubangnya kecil. Namun aku ingat benar, pagi itu kakiku kedinginan karena kaus kaki yang basah, tak bisa dilepas, ditempa dinginnya AC kelas.

Sepulang dari sekolah, ibu menjahitkan tapak sepatuku yang bolong. Wajar kata ibu, sudah tiga tahun dipakai terus seharian, kena panas dan hujan. Setelah dijahit, aku mulai lebih hati-hati mengenakan sepatuku. Mengupayakan sekali hindari jalanan becek agar air tak merembes masuk dan membasahi kaus kakiku.

Sepertinya, sekarang musim hujan terasa lebih panjang. Setiap pagi saat hendak berangkat ke sekolah, sering sekali hujan deras. Dan si sepatu, semakin lusuh. Sudah beberapa kali ibu menjahitkan tapaknya yang rusak, juga bagian atas sepatu yang mulai robek. Beruntung si sepatu berwarna hitam kelam tanpa corak. Kalau tidak tentu jahitan di sana-sini nya akan sangat kelihatan. Berkat ibu, sepatuku tetap tampak apik dan nyaman dikenakan.

Sepatuku adalah saksi perjalanan sejarahku. Meski makin hari makin tampak lusuh, namun bersamanya aku bertemu orang-orang penting, bertemu Bapak Presiden Susilo Yudhoyono beserta ibu Ani Yudhoyono dan bersalaman dengan beliau saat berkunjung ke Banda Aceh, juga mewawancarai Pak Sutiyoso yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sekaligus pendiri sekolah kami. Bersama sepatuku juga aku berbagi pengalaman dengan beberapa siswa dan mahasiswa University Sains Malaysia, serta ikut saat tampil di salah satu stasiun televisi lokal.

Sepatuku adalah saksi perjuanganku. Meski tapaknya kian menipis tergerus jalan, Mulai terasa panas di telapak kaki saat aspal terpanggang panasnya matahari, namun selalu menemani dan melindungi. Berjalan ke sana ke mari menyebarkan proposal berbagai kegiatan sekolah yang Insya Allah menebar manfaat, Alhamdulillah selalu berakhir dengan kesuksesan.

Sepatuku adalah bentuk rasa syukurku. Meski lusuh, namun aku tetap bahagia masih dapat dikenakan dengan aman. Hal itu kurasakan benar, saat melihat kejadian tapak sepatu temanku yang lepas tertinggal di belakangnya saat berjalan. Membuatku semakin bersyukur, memiliki seorang ibu yang begitu peduli padaku, yang tak pernah bosan menjahit tiap robekan di sepatu sekolahku agar tetap dapat dikenakan dengan nyaman.

Sepatuku adalah ciri khasku. Seperti tadi sore, saat aku bertemu dan bersapa dengan salah seorang guru SMP ku. “Bapak masih ingat dengan saya?” tanyaku. “Masihlah, sepatu kamu saja belum ganti-ganti” ujar beliau yang membuat kami tergelak bersama. :D


Noted :
Tulisan ini disertakan dalam lomba menulis kisah inspiratif, "Sepatu dahlan Iskan"yang diadakan oleh NouraBooks dengan alamat email promosi@noura.mizan.com. Berita lomba in dapat dilihat melalui link

http://noura.mizan.com/index.php?fuseaction=event_det&id=195