Kamis, 24 Maret 2011

Jangan Berbuka shaum Dengan Yang 'Manis'

Buat yang sering shaum sunah senin kamis atau puasa daud, atau ketika puasa ramaadhan..sering kita dengar kalimat 'Berbuka
shaumlah dengan makanan atau minuman yang manis,' katanya. Konon, itu
dicontohkan Rasulullah saw. Benarkah demikian?

Dari Anas bin Malik ia berkata : "Adalah Rasulullah berbuka dengan Rutab
(kurma
yang lembek) sebelum shalat, jika tidak terdapat Rutab, maka beliau
berbuka dengan Tamr (kurma kering), maka jika tidak ada kurma kering
beliau meneguk air. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud)

Nabi
Muhammad Saw berkata : "Apabila berbuka salah satu kamu, maka hendaklah
berbuka dengan kurma. Andaikan kamu tidak memperolehnya, maka
berbukalah dengan air, maka sesungguhnya air itu suci."

Nah. Rasulullah berbuka dengan kurma. Kalau tidak mendapat kurma, beliau berbuka shaum dengan air.

"Samakah kurma dengan 'yang manis-manis' ? Tidak. Kurma, adalah karbohidrat kompleks (complex carbohydrate) ."

Sebaliknya,
gula yang terdapat dalam makanan atau minuman yang manis-manis yang
biasa kita konsumsi sebagai makanan berbuka puasa, adalah karbohidrat
sederhana (simple carbohydrate) .

Darimana asalnya sebuah
kebiasaan berbuka dengan yang manis? Tidak jelas. Malah berkembang jadi
waham umum di masyarakat, seakan-akan berbuka shaumdengan makanan atau
minuman yang manis adalah 'sunnah Nabi'.

Sebenarnya tidak
demikian. Bahkan sebenarnya berbuka shaum dengan makanan manis-manis
yang penuh dengan gula (karbohidrat sederhana) justru merusak kesehatan.

Dari dulu saya tergelitik tentang hal ini, bahwa berbuka haum'disunnahkan'
minum atau makan yang manis-manis. Sependek ingatan saya, Rasulullah
mencontohkan buka shaum dengan kurma atau air putih, bukan yang manis-manis.

"Kurma, dalam kondisi asli, justru tidak terlalu manis."

Kurma segar merupakan buah yang bernutrisi sangat tinggi tapi berkalori
rendah, sehingga tidak menggemukkan (data di sini dan di sini). Tapi kurma
yang
didatangkan ke Indonesia dalam kemasan-kemasan di bulan Ramadhan sudah
berupa 'manisan kurma', bukan lagi kurma segar. Manisan kurma ini
justru ditambah kandungan gula yang berlipat-lipat kadarnya agar awet
dalam perjalanan ekspornya. Sangat jarang kita menemukan kurma impor
yang masih asli dan belum berupa manisan. Kalaupun ada, sangat mungkin
harganya menjadi sangat mahal.

"Kenapa berbuka shaum dengan yang manis justru merusak kesehatan?"

Ketika berpuasa, kadar gula darah kita menurun. Kurma, sebagaimana yang
dicontohkan
Rasulullah, adalah karbohidrat kompleks, bukan gula (karbohidrat
sederhana). Karbohidrat kompleks, untuk menjadi glikogen, perlu
diproses sehingga makan waktu.

Sebaliknya, kalau makan yang
manis-manis, kadar gula darah akan melonjak naik, langsung. Bum. Sangat
tidak sehat. Kalau karbohidrat kompleks seperti kurma asli, naiknya
pelan-pelan.

Mari kita bicara 'indeks glikemik' (glycemic index/GI) saja. Glycemic Index
(GI)
adalah laju perubahan makanan diubah menjadi gula dalam tubuh. Makin
tinggi glikemik indeks dalam makanan, makin cepat makanan itu dirubah
menjadi gula, dengan demikian tubuh makin cepat pula menghasilkan
respons insulin.

Para praktisi fitness atau pengambil gaya hidup sehat, akan sangat
menghindari makanan yang memiliki indeks glikemik yang tinggi. Sebisa
mungkin mereka akan makan makanan yang indeks glikemiknya rendah. Kenapa?
Karena
makin tinggi respons insulin tubuh, maka tubuh makin menimbun lemak.
Penimbunan lemak tubuh adalah yang paling dihindari mereka.

Nah, kalau habis perut kosong seharian, lalu langsung dibanjiri dengan gula
(makanan yang sangat-sangat tinggi indeks glikemiknya) , sehingga respon
insulin dalam tubuh langsung melonjak. Dengan demikian, tubuh akan sangat cepat merespon untuk menimbun lemak.

Saya pernah bertanya tentang hal ini kepada seorang sufi yang diberi Allah
'ilm tentang urusan kesehatan jasad manusia.. Kata Beliau, "bila berbuka
puasa, jangan makan apa-apa dulu. Minum air putih segelas, lalu sholat
maghrib. Setelah shalat, makan nasi seperti biasa".. Jangan pernah makan
yang manis-manis, karena merusak badan dan bikin penyakit. Itu jawaban
beliau.

Kenapa
bukan kurma? Sebab kemungkinan besar, kurma yang ada di Indonesia
adalah 'manisan kurma', bukan kurma asli. Manisan kurma kandungan
gulanya sudah jauh berlipat-lipat banyaknya.

"Kenapa nasi? Lha, nasi adalah karbohidrat kompleks."

Perlu
waktu untuk diproses dalam tubuh, sehingga respon insulin dalam tubuh
juga tidak melonjak. Karena respon insulin tidak tinggi, maka
kecenderungan tubuh untuk menabung lemak juga rendah.

Inilah sebabnya, banyak sekali orang di bulan shaum yang justru lemaknya
bertambah
di daerah-daerah penimbunan lemak: perut, pinggang, pantat, paha,
belakang lengan, pipi, dan sebagainya. Itu karena langsung membanjiri
tubuh dengan insulin, melalui makan yang manis-manis, sehingga tubuh
menimbun lemak, padahal otot sedang mengecil karena puasa.

Pantas
saja kalau badan kita di bulan Ramadhan malah makin terlihat seperti
'buah pir', penuh lemak di daerah pinggang. Karena waham umum
masyarakat yang mengira bahwa berbuka dengan yang manis-manis adalah
'sunnah', maka shaum bukannya malah menyehatkan kita.

Banyak orang di bulan shaum justru menjadi lemas, mengantuk, atau justru
tambah
gemuk karena kebanyakan gula. Karena salah memahami hadits di atas,
maka efeknya 'rajin shaum= rajin berbuka dengan gula..'

Nah, saya kira, "berbukalah dengan yang manis-manis" itu adalah kesimpulan yang terlalu tergesa-gesa atas hadits tentang berbuka
diatas.
Karena kurma rasanya manis, maka muncul anggapan bahwa (disunahkan)
berbuka harus dengan yang manis-manis. Pada akhirnya kesimpulan ini
menjadi waham dan memunculkan budaya berbuka shaumyang keliru di tengah
masyarakat. Yang jelas, 'berbukalah dengan yang manis' itu
disosialisasikan oleh slogan advertising banyak sekali perusahaan
makanan di bulan suci Ramadhan.

Namun demikian, sekiranya ada di
antara para sahabat yang menemukan hadits yang jelas bahwa Rasulullah
memang memerintahkan berbuka dengan yang manis-manis, mohon ditulis di
komentar di bawah, ya. Saya, mungkin juga para sahabat yang lain, ingin
sekali tahu.

Semoga tidak termakan waham umum 'berbukalah dengan
yang manis'. Atau lebih baik lagi, jangan mudah termakan waham umum
tentang agama. Periksa dulu kebenarannya.

Kalau ingin sehat, ikuti saja kata Rasulullah:
"Makanlah
hanya ketika lapar, dan berhentilah makan sebelum kenyang." Juga, isi
sepertiga perut dengan makanan, sepertiga lagi air, dan sepertiga
sisanya biarkan kosong.

"Kita
(Kaum Muslimin) adalah suatu kaum yang bila telah merasa lapar barulah
makan, dan apabila makan tidak hingga kenyang," kata Rasulullah.

"Tidak ada satu wadah pun yang diisi oleh Bani Adam, lebih buruk daripada
perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap untuk memperkokoh tulang
belakangnya agar dapat tegak. Apabila tidak dapat dihindari, cukuplah
sepertiga untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya."

(HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya yang bersumber dari Miqdam bin Ma'di Kasib)

Semoga bermanfaat..

Tidak ada komentar: