“Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau
banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang
selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Setiap orang pasti menginginkan hidup bahagia. Namun banyak orang yang
menempuh jalan yang salah dan keliru. Sebagian menyangka bahwa
kebahagiaan adalah dengan memiliki mobil mewah, Handphone sekelas
Blackberry, memiliki rumah real estate, dapat melakukan tur wisata ke
luar negeri, dan lain sebagainya. Mereka menyangka bahwa inilah yang
dinamakan hidup bahagia. Namun apakah betul seperti itu? Simak tulisan
berikut ini.
Kebahagiaan untuk Orang yang Beriman dan Beramal Sholeh
Saudaraku … Orang yang beriman dan beramal sholeh, merekalah yang
sebenarnya merasakan manisnya kehidupan dan kebahagiaan karena hatinya
yang selalu tenang, berbeda dengan orang-orang yang lalai dari Allah
yang selalu merasa gelisah. Walaupun mungkin engkau melihat kehidupan
mereka begitu sederhana, bahkan sangat kekurangan harta. Namun jika
engkau melihat jauh, engkau akan mengetahui bahwa merekalah
orang-orang yang paling berbahagia. Perhatikan seksama firman-firman
Allah Ta’ala berikut.
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl: 97). Ini adalah balasan
bagi orang mukmin di dunia, yaitu akan mendapatkan kehidupan yang
baik.
وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl:
97). Sedangkan dalam ayat ini adalah balasan di akhirat, yakni alam
barzakh.
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا
لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَلَأَجْرُ الْآَخِرَةِ
أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya,
pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia.
Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka
mengetahui.” (QS. An Nahl: 41)
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ
مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ
فَضْلَهُ
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat
kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada
waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap
orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya.” (QS. Huud: 3).
Kedua ayat ini menjelaskan balasan di akhirat bagi orang yang beriman
dan beramal sholeh.
Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada
Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh
kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas.” (QS. Az Zumar: 10)
Inilah empat tempat dalam Al Qur’an yang menjelaskan balasan bagi
orang yang beriman dan beramal sholeh. Ada dua balasan yang mereka
peroleh yaitu balasan di dunia dan balasan di akhirat. Itulah dua
kebahagiaan yang nantinya mereka peroleh. Ini menunjukkan bahwa mereka
lah orang yang akan berbahagia di dunia dan akhirat.
Salah Satu Bukti
Seringkali kita mendengar nama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Namanya
begitu harum di tengah-tengah kaum muslimin karena pengaruh beliau dan
karyanya begitu banyak di tengah-tengah umat ini. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah, nama aslinya adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam
bin Abdullah bin Muhammad bin Al Khodr bin Muhammad bin Al Khodr bin
Ali bin Abdullah bin Taimiyyah Al Haroni Ad Dimasqi. Nama Kunyah
beliau adalah Abul ‘Abbas.
Berikut adalah cerita dari murid beliau Ibnul Qayyim mengenai
keadaannya yang penuh kesusahan, begitu juga keadaan yang penuh
kesengsaraan di dalam penjara. Namun di balik itu, beliau termasuk
orang yang paling berbahagia.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
"Allah Ta’ala pasti tahu bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun
yang lebih bahagia hidupnya daripada beliau, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah. Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari
kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan.
Ditambah lagi dengan siksaan dan penderitaan yang beliau alami di
jalan Allah Ta’ala, yaitu berupa siksaan dalam penjara, ancaman dan
penindasan dari musuh-musuh beliau. Namun bersamaan dengan itu semua,
aku dapati bahwa beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia
hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya dan paling
tenang jiwanya. Terpancar pada wajah beliau sinar kenikmatan hidup
yang beliau rasakan. Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami
ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami
prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan kesempitan hidup,
kami segera mendatangi beliau untuk meminta nasehat, maka dengan hanya
memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau, serta merta
hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan
lapang, tegar, yakin dan tenang”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pun sering mengatakan berulang kali pada
Ibnul Qoyyim, “Apa yang dilakukan oleh musuh-musuhku terhadapku?
Sesungguhnya keindahan surga dan tamannya ada di hatiku.”
Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan tatkala
beliau berada di dalam penjara, padahal di dalamnya penuh dengan
kesulitan, namun beliau masih mengatakan, “Seandainya benteng ini
dipenuhi dengan emas, tidak ada yang bisa menandingi kenikmatanku di
sini.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga pernah mengatakan, "Sebenarnya orang
yang dikatakan dipenjara adalah orang yang hatinya tertutup dari
mengenal Allah 'azza wa jalla. Sedangkan orang yang ditawan adalah
orang yang masih terus menuruti (menawan) hawa nafsunya (pada
kesesatan). "
Bahkan dalam penjara pun, Syaikhul Islam masih sering memperbanyak
do’a agar dapat banyak bersyukur pada Allah, yaitu do’a: Allahumma
a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik (Ya Allah, aku
meminta pertolongan agar dapat berdzikir, bersyukur dan beribadah
dengan baik pada-Mu). Masih sempat di saat sujud, beliau mengucapkan
do’a ini. Padahal beliau sedang dalam belenggu, namun itulah
kebahagiaan yang beliau rasakan.
Tatkala beliau masuk dalam sel penjara, hingga berada di balik
dinding, beliau mengatakan,
فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ
وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ
“Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di
sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada
siksa.” (QS. Al Hadid: 13)
Itulah kenikmatan yang dirasakan oleh orang yang memiliki keimanan
yang kokoh. Kenikmatan seperti ini tidaklah pernah dirasakan oleh para
raja dan juga pangeran.
Para salaf mengatakan,
لَوْ يَعْلَمُ المُلُوْكُ وَأَبْنَاءُ المُلُوْكِ مَا نَحْنُ فِيْهِ
لَجَلِدُوْنَا عَلَيْهِ بِالسُّيُوْفِ
“Seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada
di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang.”
Mendapatkan Surga Dunia
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Di dunia itu terdapat surga.
Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan memperoleh
surga akhirat.”
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa surga dunia adalah mencintai Allah,
mengenal Allah, senantiasa mengingat-Nya, merasa tenang dan
thuma’ninah ketika bermunajat pada-Nya, menjadikan kecintaan hakiki
hanya untuk-Nya, memiliki rasa takut dan dibarengi rasa harap
kepada-Nya, senantiasa bertawakkal pada-Nya dan menyerahkan segala
urusan hanya pada-Nya.
Inilah surga dunia yang dirindukan oleh para pecinta surga akhirat.
Itulah saudaraku surga yang seharusnya engkau raih, dengan meraih
kecintaan Allah, senantiasa berharap pada-Nya, serta dibarengi dengan
rasa takut, juga selalu menyandarkan segala urusan hanya kepada-Nya.
Penutup
Inti dari ini semua adalah letak kebahagiaan bukanlah dengan memiliki
istana yang megah, mobil yang mewah, harta yang melimpah. Namun letak
kebahagiaan adalah di dalam hati.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau
banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang
selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita dan memberikan kita surga
dunia yaitu dengan memiliki hati yang selalu bersandar pada-Nya.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu
‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Sumber rujukan: Shahih Al Wabilush Shoyyib, 91-96, Dar Ibnul Jauziy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar