Senin, 11 April 2011

Sebuah Cerita Tentang Kasih Sayang

Pada suatu ketika, ada sebuah pulau yang dihuni oleh semua sifat
manusia. Ini berlangsung lama sebelum mereka menghuni tubuh manusia,
dan lama sekali sebelum kita mengotak-ngotakkannya kedalam istilah
baik atau buruk. Pokoknya mereka ada, dengan ciri-cirinya sendiri.

Bahkan sifat-sifat tersebut berdiri sendiri sebagaimana manusia.
Mungkin itu sebabnya pada akhirnya mereka bersatu.
Dipulau tersebut hiduplah Optimisme, Pesimisme, Pengetahuan,
Kemakmuran, Kesombongan, dan Kasih Sayang.

Sudah barang tentu sifat-sifat yang lain hidup disana juga. Pada suatu
hari dimaklumatkan bahwa pulau tersebut pelan-pelan tenggelam. Ketika
sifat-sifat tersebut mendengar berita ini, mereka dilanda kepanikan.
Mereka berlarian kesana kemari seperti semut yang rumahnya diinjak
sampai hancur.

Setelah beberapa saat mereka mulai tenang dan merencanakan tindakan positif.
Karena hidup di pulau, kebanyakan dari mereka punya perahu, jadi
mereka semua memperbaiki perahu mereka dan mengatur pemberangkatan
dari pulau.

Kasih Sayang belum siap. Dia tidak memiliki perahu sendiri. Mungkin
dia telah meminjamkannya kepada seseorang bertahun-tahun yang lalu.
Dia menunda keberangkatannya hingga saat-saat terakhir agar dia bisa
membantu orang lain bersiap-siap. Pada akhirnya Kasih Sayang
memutuskan bahwa dia harus meminta bantuan.

Kemakmuran baru saja berangkat dari dermaga didepan rumahnya yang besar.
Perahunya besar sekali, lengkap dengan semua teknologi paling mutakhir
dan perangkat navigasi. Jika bepergian dengannya sudah pasti
perjalanan mereka akan menyenangkan.
"Kemakmuran," panggil Kasih Sayang, "bolehlah aku ikut bersamamu?"
"Tidak bisa," jawab Kemakmuran. "Perahuku sudah penuh.
Berhari-hari kuhabiskan untuk memenuhinya dengan seluruh emas dan perak milikku.
Bahkan hanya tersisa sedikit ruang untuk perabotan antik dan koleksi
seni. Tidak ada ruang untukmu disini."

Kasih Sayang memutuskan untuk minta tolong kepada Kesombongan yang
sedang lewat didepannya menaiki perahu yang unik dan indah.

"Kesombongan, sudikah engkau menolongku?"
"Maaf, " kata kesombongan. "Aku tidak bisa menolongmu.
Tidakkah kau lihat sendiri? Kamu basah kuyup dan kotor. Coba
bayangkan, betapa kotornya dek perahuku yang mengilat ini nanti jika
kamu naik."

Lalu Kasih Sayang melihat Pesimisme yang sedang berusaha sekuat tenaga
mendorong perahunya ke air.
Kasih Sayang meletakkan tangannya ke buritan kapal dan membantu
Pesimisme mendorong perahunya.

Pesimisme mengeluh terus menerus. Perahunya terlalu berat, pasirnya
terlalu lembut, dan airnya terlalu dingin. Sungguh hari yang tidak
tepat untuk melaut.

Peringatan yang diberikan mendadak sekali, dan pulau ini tidak
seharusnya tenggelam.
Mengapa semua kesialan ini terjadi padanya? Mungkin dia bukan teman
seperjalanan yang menyenangkan.

Situasi Kasih Sayang sudah sangat kepepet.
"Pesimisme, bolehkah aku menumpang perahumu?"
"Oh, Kasih Sayang, engkau terlalu baik untuk berlayar denganku.
Sikapmu yang penuh perhatian bahkan menjadikanku merasa lebih bersalah
dan tidak keruan.

Bayangkan, seandainya ada ombak besar yang menghantam perahu kita dan
engkau tenggelam. Bagaimana menurutmu perasaanku jika itu terjadi?
Tidak, aku tidak bisa mengajakmu."

Salah satu perahu yang dilihat terakhir kali meninggalkan pulau adalah
Optimisme. Dia tidak percaya dengan segala omong kosong tentang
bencana dan hal-hal buruk, yaitu bahwa pulau ini akan tenggelam.
Seseorang akan mampu berbuat sesuatu dan sebelum pulau ini benar-benar
tenggelam.

Kasih Sayang berteriak memanggilnya, tetapi Optimisme terlalu sibuk
menatap kedepan dan memikirkan tujuan berikutnya sehingga dia tidak
mendengar.

Kasih Sayang berteriak memanggilnya sekali lagi, tetapi bagi Optimisme
tidak ada istilah menoleh kebelakang. Dia sudah meninggalkan masa lalu
dibelakang, dan berlayar menuju masa depan.

Pada saat Kasih Sayang sudah nyaris putus asa, dia mendengar sebuah
suara, "Ayo, naiklah keperahuku."
Kasih Sayang merasa begitu lelah dan letih sehingga dia meringkuk
diatas perahu dan langsung tertidur.

Dia tertidur sepanjang perjalanan sampai nakhkoda kapal mengumumkan
bahwa mereka telah sampai ditanah kering dan dia bisa turun.
Dia begitu berterimakasih dan gembira karena perjalanannya berjalan
aman sehingga dia berterimakasih kepada sang nakhoda dengan hangat,
kemudian meloncat kepantai.

Dia melambaikan tangannya ketika pelaut itu meneruskan perjalanannya.
Baru pada saat itulah dia sadar kalau lupa menanyakan nama nakhoda
itu.

Ketika dipantai dia bertemu dengan Pengetahuan dan bertanya,"Siapa
tadi yang menolongku?"

"Itu tadi Waktu"jawab Pengetahuan.

"Waktu?" tanya Kasih Sayang,
"Mengapa hanya Waktu yang mau menolongku ketika semua orang tidak mau
mengulurkan tangan?"

Pengetahuan tersenyum dan menjawab,"Sebab hanya Waktu yang mampu
mengerti betapa hebatnya Kasih Sayang

Tidak ada komentar: