Jumat, 29 Juli 2011

ibuku tak kaku..

Ini tentang ibu ku..
Seorang wanita (pastinya)
Sederhana namun selalu istimewa

Ibu ku,
warga keturunan (tionghoa),
di rumah jelaslah menggunakan bahasa ke' dan hokkain selain bahasa persatuan, bahasa indonesia (hayah, kayak sumpah pemuda saja) pun demikian ketika berbincang dengan keluarga dari pihak ibu.

Aku tak bermaksud membandingkan ibuku dengan ibu-ibu yang lainnya, karena aku selalu yakin, setiap wanita yang 'bergelar' ibu pastilah seorang sosok istimewa, pun ibuku.. Seperti saat ini, tentang ibuku..

Sederhana.
Demikianlah penampilan beliau. Tanpa polesan make up, sekalipun ke kondangan, hanya menaburkan sedikit bedak dan lipstik warna natural, itupun jarang sekali beliau gunakan, karena warna asli bibir beliau memang sudah merah..

Waktu sekolah dulu, setiap pertemuan orang tua murid, kerap memperhatikan perbedaan ibu dengan ibu teman-temanku, ibuku jauh dari kesan modis and fashionable, bukan hanya tanpa make up, namun juga style pakaian beliau yang menggunakan celana panjang kain dengan baju yang selalu di bawah lutut panjangnya. Ah,hingga usiaku nyaris seperempat abad ini, belum sekalipun kulihat ibuku menggunakan pakaian modis mengikut trend up to date.

Alhamdulillah, ibuku berjilbab.
Meski beliau bukan muslim sejak lahir, meski beliau mungkin baru mempelajari islam, namun insya Allah, sedikit yang beliau ketahui, selalu berusaha beliau amalkan. Tergugu kerap aku mengingatnya..

Yang aku pahami,
beliau adalah sosok yang selalu berusaha untuk terus belajar. Beliau selalu bersemangat pergi pengajian misalnya, dan setiap pulang dari pengajian selalu bercerita ilmu apa yang beliau dapat dari ustadz yang mengisi matery, jika ada hal-hal yang kiranya kurang beliau pahami, biasa beliau juga bertanya pada kami, anak-anaknya.

Stop sholat injury time!
Di rumah, bisa dibilang pasti, ibu lah orang pertama yang nyaris selalu sholat tepat waktu. 'Sholat itu jangan lalai' selalu ujar beliau. 'Mengapa?' ketika si kecil bertanya. 'Kata ustadz, nanti di azab Allah' jawab beliau.

Intinya, menurut beliau, sebaiknya sholat di awal waktu. Tidak mengulur-ulur hingga akhir waktu.

Jika shubuh,
beliau lah paling heboh membangunkan. Terutama adikku itu rada susah bangun shubuh. Jika sudah Pkl.06.00wib si adik belum bangun (shubuh di Bna Pkl.05.15wib, matahari terbit sekitar Pkl.06.30wib), haduuuh..ga tahan dengar omelan beliau pagi-pagi saat membangunkan si adik.

Beberapa kali pada beberapa kesempatan, kadang aku ikut menginap bersama teman-teman. Dan selalu ketauan kebiasaan masing-masing. Beberapa teman ada yang susah bangun shubuh. Entahlah, apakah sudah dari sono nya atau tidak mem(di)biasakan. Kalau anak kost-an mungkin wajar (wajar?) tidak ada yang membangunkan misalnya, namun semua tinggal dengan orang tua.

Waktu aku tanya,
'emang orang rumah ga ada yang bangunin?'
kebanyakan mereka menjawab tidak dan aku selalu teringat ibuku.. Alhamdulillah,dengan kebawelan ibuku yang selalu membangunkan shubuh di awal waktu..hingga tak membuat kami terlambat atau meninggalkan shubuh.. =')

Memuliakan tamu dan tetangga.
Yang ibuku tahu, berbuat baik dengan tetangga itu perintah Rasul. Beliau tidak tahu hadist nya pun tidak mengkaji Al Quran. Tapi pengamalannya, Alhamdulillah, membuat beliau selalu popular dan dicintai para tetangga.

Bagaimana tidak, kerapkali ketika memasak atau ada makanan (baik beli atau pemberian orang) pasti berbagi dengan tetangga. Meski mungkin masak sedikit, minimal sepiring pasti sampai di rumah tetangga terdekat. Kadang jika ada rezeki lebih, suka masak makanan favorit tetangga,entah untuk nenek sebelah rumah,atau kakek yang tinggal di ujung lorong, atau nenek yang di depan rumah. Tuing..

Satu lagi, jika memberi, pasti yang terbaik. Jika daging, maka beliau akan memilih daging terbaik. Jika kue, maka yg diberi adalah potongan terbaik. Jadi yang tinggal di rumah, yang ada tulang atau potongan kue yang sedikit sompel misalnya..#garuk2

Ketika lebaran juga demikian. Biasa beliau memisahkan makanan untuk tamu dan orang rumah. Beliau juga selalu bertanya tentang teman-teman yang kebanyakan pendatang, 'si ini mudik ga? Si itu?' dan suka membekali. 'Biar ngerasa lebaran di kampung sendiri' kata ibu. Jadilah pagi hari pertama lebaran aku jadi kurir antar lontong.

Say no to Ghibah!
Ibuku tidak tahu apa itu ghibah. Tapi yang beliau tahu, daripada duduk sore-sore berkumpul dengan tetangga membicarakan tetangga yang lain, mending nonton sinetron atau acara gosip artis di rumah (lho?)

Demikianlah sedikit tentang ibuku, yang sabar menghadapi anak-anaknya, ibuku yang bawel, ibuku yang teliti nan rapi, ibuku yg lucu dan pintar memasak, ibuku yang kadang menyebalkan karena terlalu perhatian, ibuku yang rajin (he2.ga seperti anak-anaknya), ibuku yang senang bercerita pada anak-anaknya, meski usia kami sudah melampaui remaja (kecuali adikku)

Jika kemudian ada yang kurang menerima karena latar belakang ibuku yang seorang tionghoa,mualaf.. Saya mengganggap mereka mungkin belum beruntung untuk dapat berkenalan dan dekat dengan ibuku..itu saja.

Ya,
meski ibuku seorang tionghoa,
meski mungkin basic keluargaku bukan Islam murni,
tapi semoga tak lebih buruk dari muslim/ah yang menganut Islam sejak lahir

dan ibuku,
istimewa..selalu..

1 komentar:

Aditya Liem mengatakan...

cerpennya keren,.. terlepas ini kisah nyata atau fiktif,, jujur aku suka banget..

aku tunggu cerpen yg lain ya..