Jumat, 29 Juli 2011

TKI

'karena saya hanya lulusan SD,sedangkan anak-anak masih butuh biaya sekolah,kemana lagi saya harus bekerja kalau bukan keluar negeri'

sebenarnya lagi malas menulis,tapi ingin sedikit menanggapi, dari sudut pandang pribadi..

Benar susah mendapatkan pekerjaan di jaman yang semakin kritis, tak hanya ijazah tapi juga usia dan skill ketika berkompetensi untuk mendapatkan satu kursi di suatu posisi pada suatu institusi.

Tapi haruskah ke luar negeri?
Jadi asisten rumah tangga pula,
jauh dari keluarga, rawan penganiayaan, dan bisa jadi memegang kemungkinan maut tak wajar mengintai.

Pfhh, kalau istilah ekonomi apa ya? Keuntungan yang diperoleh tidak sebanding dengan resiko yang diterima. Investor yang berani pada resiko tinggipun tak akan berinvestasi pada 'lahan' ini. Timpang negatif.

'Kalau cuma lulusan SD ya cuma diterima di luar negeri bisanya, jadi TKI....'

Haduuuh,siapa bilang?
Di dalam negeri juga banyak koq yang butuh, (maaf) apalagi kalau cuma menjadi asisten Rumah Tangga, banyak pasangan suami istri bekerja di tanah air yang butuh dan kesulitan mencari asisten rumah tangga dan baby sitter untuk anak-anak mereka, enggak usah jauh-jauh ke luar negeri terpisah dari keluarga kalau cuma mau jadi asisten rumah tangga.

Bahkan kalau mau sedikit saja membuka mata,kemudian belajar dan berusaha, maka bisa menjadi lebih baik jauh dari hanya menjadi asisten rumah tangga.

Contoh paling murah, kelola sampah menjadi tak lagi berupa limbah. Pernah lihat bukan berbagai kreativas dari sampah, dengan belajar dan modal ketelatenan, yang semula limbah menjadi bernilai serta berdaya jual. Tas belanja, dompet, bunga hias, dan sebagainya.

Saya pernah belajar, modalnya tak lebih Rp.1500,- untuk segulung benang dan sebuah jarum. Bahkan plastik lable pada botol air mineral bisa dijadikan benang pengikat simpul jika dipelintir-pelintir dan ditarik.

Sekarang banyak juga home industri atau pabrik yang membutuhkan pekerja tambahan. Seperti menjahit kancing baju, menempel mata boneka, sampai menjahit payet dan menyulam. Mungkin awalnya memang tidak bisa, namun jika tak malu belajar dan mau berusaha, pasti bisa. Apalagi jika kinerja kita baik, telaten, ulet, rapi, pasti dipercaya pemilik. Selain menambah skill, bisa jadi suatu hari kita dapat membuka usaha sendiri dan memperkerjakan orang lain.

Siapa yang bersungguh-sungguh,maka ia akan berhasil. Demikian bukan janji Rabbi? Adakah yang diragukan jika Yang Maha telah memberikan janji yang pasti sebuah kepastian?

Ibu-ibu maupun para saudari saya yang berpikir menjadi TKI ke luar negeri adalah the best solution untuk mendongkrak ekonomi keluarga, saya pribadi bingung apakah miris atau bosan yang saya rasakan ketika berita yang sama terus berulang pada masa berbeda tentang perilaku yang didapat di negeri orang. Memang susah mendapat penghasilan di negeri sendiri, bahkan hanya untuk menjadi penjaga toko atau cleaning service. Mau membuka usaha pun sukar, karena Bank di Indonesia hakikahnya PENGECUT. Hanya akan memberi pinjaman pada usaha YANG AKAN BERKEMBANG bukan pada YANG BARU MERINTIS. Kebanyakan terlalu khawatir modal yang dipinjamkan tak kembali. Benar juga banyak koperasi atau microfinance yang bersedia memberikan modal, tapi tetap kebanyakan dengan bunga yang relatif tinggi.

Namun yakinlah tak sedikit pula lahan potensi yang ada di tanah air. Semua berpulang pada diri kita, mau terus menjadi mustahik yang mengulurkan tangan untuk menadah, atau belajar membangun diri dan berusaha hingga menjadi seorang muzakki yang mengulurkan tangan untuk memberi.

Tidak ada komentar: