Bismillahirrahmaanirrahiim
Ba'da tahmid wa shalawat
Bacalah hingga selesai. Dan hanya orang-orang yang Allah lembutkan hatinya dapat membaca hikmah dan pelajaran, semoga kita tak termasuk orang yang Allah keraskan, hitamkan, dan dijadikan hatinya berkarat, hingga ketika sudah tenggelam dalam dosa dan maksiat pun kita sedikitpun tidak menyadarinya. Tidak Allah tegur, karena mungkin karena Allah sudah "muak" dengan semua yang kita lakukan, dan Allah membiarkan kita terus terlena dengan dosa yang kita anggap "biasa". Naudzubillahi min dzalik.
Ini cerita tentang seorang anak remaja di zaman teknologi modern, sarat pergaulan masa kini.
Di sekolahnya, ia sangat dikenal dan terkenal sebagai seorang yang cerdas, sholihah, pintar bergaul, santun, dan segudang kelebihan lain. Perfect-lah.
Namun tak selalu demikian yang "tertunjuk" di rumahnya. Ibunya sangat sayang padanya. Nyaris seluruh kebutuhan dan keperluannya dipenuhi sang Ibunda. Seluruh pakaiannya sang ibundalah yang mencuci dan menyetrika bahkan hingga menyusun pakaian-pakaiannya ke dalam lemari sang Ibundalah yang mengerjakan. Ibunya yang memasak, mencuci piring bekas makan-minumnya. Bahkan bangun pagi-pagi meski kaki sakit karena Asam Urat dan Kolesterol ditambah gula darah yang kerapkali tinggi karena banyak pikiran atau terlalu lelah, HANYA untuk menyiapkan bekal sekolahnya di hari-hari ia pulang sore karena les untuk persiapan kelulusan sekolahnya. Di rumah, seluruhnya dikerjakan Ibunya. Si anak remaja ini tinggal terima beres saja.
Dengan semua "kenikmatan" yang dipersembahkan ibunya kepadanya, apa yang seharusnya ia lakukan pada ibunya?
Yang si anak remaja ini lakukan adalah..
- Ketika sang ibu makan di kamar, si anak remaja akan langsung BERANG dan MARAH MEMBENTAK-BENTAK IBUNYA.
"Mamak ni kalau makan jangan dikamar, keluar sana. Bikin bau saja. Ga tahan Adek"
atau di lain kesempatan ia mengatakan "BIKIN SUSAH SAJA" pada ibunya.
Dan sang Ibundapun harus mengikhlaskan seleranya dengan meminta tolong anaknya mengeluarkan piring makanannya dengan alasan masih panas, nanti saja makannya.
si kakak yang melihat ibunya makan sendirian di dapur, menangis.
Mungkin Allah lupakan ingatannya,hingga sedikitpun ia tidak ingat (atau TIDAK MAU mengingat).
Bagaimana susahnya ibunya MENGANDUNGNYA 9 bulan di saat usia sang ibu sudah TIDAK MUDA LAGI.
Bagaimana susah ibunya MELAHIRKANNYA, bersakit-sakit. di saat usia sang ibu sudah TIDAK MUDA LAGI.
Bagaimana susah ibunya harus BANGUN TENGAH MALAM karena tangisannya, disaat ibunya sudah TIDAK MUDA LAGI.
Bagaimana ibunya harus MENCIUM TINJANYA DAN MEMBERSIHKANnya.
Dan SEKALIPUN ibunya TIDAK PERNAH mengeluh atau memarahinya, membentaknya "BAU KALI, BIKIN SUSAH SAJA."
TIDAK PERNAH.
Atau saat jilbabnya ada lipatan bekas gosokan,
"Mamak ni, adek ga suka jilbabnya ada lipatan gini, susah pakainya, dll"
Atau saat ibunya meminjam uang padanya, akan benar-benar diingat sebagai UTANG.
SANGAT PERHITUNGAN. Setiap rupiah uang miliknya yang dipakai ibunya akan BENAR-BENAR DIINGATNYA.
Bahkan hanya karena uang seratus atau dua ratus ribu, ia RINGAN BERSUARA KERAS dengan ibunya sambil menangis kesal, marah.
Mungkin telah Allah hitamkan hatinya, hingga tak tembus sedikitpun cahaya pengorbanan ibunya, berusaha berbagai upaya memenuhi kebutuhannya. Tak perlu jauh "mengungkit" saat masa-masa kecilnya si remaja,berapa banyak uang yang sudah dikeluarkan ibunya TANPA DIHITUNG SEBAGAI UTANG. Kini, hanya untuk mendapatkan ONGKOS SEKOLAH si remaja, ibunya sampai rela menjahit baju orang, membantu di rumah orang, pekerjaan-pekerjaan yang mungkin tidak diketahui si remaja (atau tidak mau tahu?).
Namun semua itu akan berubah 180 derajat saat di hadapan teman-temannya yang datang ke rumah. Suaranya akan menjadi sangat lembut.
Kakak si remaja ini, hatinya sudah benar-benar sangat sakit dan terluka. Terutama saat menghadapi kondisi si remaja memperlakukan ibunya. Namun, saat si kakak membela ibunya, yang terjadilah adalah si kakak yang dimarahi ibunya. Selalu ibunya membela si remaja ini.
Kerapkali, mendidih rasanya darah si kakak melihat perlakuan adiknya, namun selalu ditahan-tahannya. Karena sekali ia bersuara memuntahkan ke-eneg-kannya pada sikap si remaja, yang terjadi hanyalah pertengkaran. Begitupula dengan ibunya. Diam adalah jalan terbaik.
Lagipula, si remaja dengan si kakak juga demikian,bersuara keras. sedikitpun tidak ada menghargai. Dengan ibunya saja demikian kasarnya, apalagi dengan kakaknya. Namun, jika si kakak ada uang, atau si remaja ada keperluan dengan kakaknya, baru si remaja berbaik-baik.
Pernah satu waktu, kakaknya pulang sebentar untuk makan siang, kemudian duduk di depan televisi tempat si remaja sedang menonton film korea. Saat itu juga, si remaja yang hendak ke kamar mandi me-matikan tayangan film korea yang ditontonnya. Di lain waktu, film nya di pause dan remote nya di bawa. padahal si kakak HANYA UNTUK SEBENTAR untuk makan kemudian kembali pergi kerja.
Dia tidak pernah merasakan, bagaimana jika orang lain memperlakukan dia seperti itu. Bagaimana rasanya?
Pernah juga saat di kamar, HP si remaja diletakkan di bawah bantal, si kakak sungguh-sungguh tidak mengetahui HPnya berada di bawah bantal dan tak sengaja tertekan kaki si kakak, hingga mungkin MP3 yang sedang didengarnya dari HPnya berhenti. si remaja langsung memukul dan membentak-bentak kakaknya. "COBA KALAU HP DIA YANG DIGITUIN, PASTI DIA MARAH JUGA."
Mungkin si remaja sedikitpun tidak ingat, SAAT HP KAKAKnya ENTAH BERAPA KALI TERJATUH dan TERCAMPAK DARI TANGANNYA hingga beberapa tuts HPnya kadang tidak berfungsi. Dan si kakak hanya marah bercanda sesaat, tidak memaki-makinya seperti yang ia lakukan.
Satu hari, saat si kakak lapar sekali dan HANYA SATU KALI si kakak memasak mie kemasan miliknya,itupun hanya sedikit saja yang diambil, hanya untuk pengganjal perut setelah seharian dari pagi hingga malam beraktivitas di luar,namun si remaja sangat marah sekali, ia memarah-marahi ibunya yang membiarkan kakaknya memasak mie miliknya. Hingga di kesempatan selanjutnya, setiap kali si kakak akan makan atau memasak mie, ibunya melarang si kakak.
Andai saja si kakak ga ingat ibunya, berkali-kali ingin sekali si kakak meninggalkan rumah, tinggal terpisah daripada harus menekan sedalam-dalamnya emosi menghadapi setiap perlakuan si remaja yang masih sangat banyak dan tidak mungkin disebutkan satu per satu.
Andaikata si kakak punya banyak uang, ingin sekali ia beri semuanya pada ibunya, agar ibunya bisa memenuhi semua kebutuhan termasuk kebutuhan si remaja.
Kerapkali saat si kakak ke toko buku, melihat ada buku kumpulan soal UAN atau SNMPTN ingin sekali rasanya ia membeli untuk si remaja, namun perlakuan si remaja yang sudah berkali-kali begitu menyakitkan, membuatnya urung.
Berkali-kali pula si kakak ingin mendaftarkan try out atau berbagai event yang juga diminati si remaja, namun setiap kali pulang ke rumah yang dihadapi adalah keketusan dan kekasaran si remaja pada dirinya, seolah-olah si kakak adalah ORANG YANG MENUMPANG HIDUP pada si remaja, hingga membuatnya urung.
si kakak mungkin memang bukan orang sukses yang membanggakan, pun bagi orang tuanya. Tidak kaya raya meski meski harus pulang kerja hingga Pkl.22.00wib hanya untuk beberapa ratus ribu yang diharapkan dapat sedikit membantu kebutuhan rumah, meski tak pernah dianggap dan nyaris selalu mendapat caci. Seolah-olah, selama ini si kakaklah yang SELALU MENGHABISKAN UANG.
Jika saja si remaja tahu, bahkan untuk sekedar ingin makan bakso saja, si kakak harus menahan-nahan selera, berbulan-bulan. Hingga selalu tak kesampaian untuk membeli karena uangnya tak cukup untuk membeli bakso buat si remaja dan ibunya. Kalau saja si remaja tahu, bagaimana perasaan si kakak dan ibunya saat si remaja dan teman-teman makan ayam penyet atau ayam bakar, sedangkan kakak dan ibunya di dalam kamar. Meski kemudian si remaja menyisakan ayamnya yang tinggal setengah untuk ibunya. Ingin rasanya si kakak menangis, andai saja ia dapat membelikan makanan yang enak-enak untuk ibunya, bukan makanan sisa punya si remaja yang akhirnya dihabiskan juga karena lapar.
Kerapkali, saat bekerja atau di penghujung malam, si kakak menangis mengingat perlakuan yang sudah sangat sering diperoleh dari si remaja padanya dan pada ibunya.
Mungkin kakaknya memang bukan orang kaya dengan harta berlimpah dan tabungan yang gendut, tapi sedikitpun kakaknya tak sudi menjadi benalu, dan tak ridha rasanya diperlakukan demikian oleh si remaja saban hari, saban waktu.
Mungkin si remaja ada alasan mengapa ia berperilaku demikian. Kemiskinankah?Tidak ada uang seperti teman-teman sekolahnya yang bisa ini itu? atau Stres? Apapun alasannya, dapatkah dibenarkan sikap dan perilakunya?
Mungkin si remaja merasa ia lah yang memiliki masalah yang paling berat di dunia ini, memuntahkannya di rumah. Dengan orang-orang rumah. Kalau bersikap demikian di luar kan bisa ngerusak image si remaja. Namun, apapun alasannya tersebut, dapatkah semua yang dilakukannya dapat dibenarkan?
Kerap kali kita merasa kitalah yang paling menderita, kitalah yang paling banyak berkorban, kitalah yang punya masalah paling berat, kitalah yang selalu menjadi korban. Tanpa peduli, orang-orang di sekitar kita mungkin justru yang menjadi korban dari sikap-sikap kita. Orang-orang di sekitar kita yang juga mengalami tekanan perasaan dan pikiran karena kita.
Demikianlah cerita tentang si remaja, semoga ada pelajaran dan hikmah yang dapat kita ambil.
Saya pribadi, menyimak ceritanya saja sudah sangat..sangat..mendidih darah saya. Marah, luka, sakit hati, memenuhi ruang dalam hati saya. Selalu saya berdoa pada Allah di setiap sujud saja, semoga saya terjauh dari orang-orang seperti sosoki si remaja. Semoga saat saya hamil, saya tidak pernah bertemu dengan orang seperti si remaja, dan anak-anak saya terjauh dari sifat dan orang-orang seperti di remaja.
Bagi si remaja, semoga Allah bukakan hati dan pikirannya yang terkenal cerdas dikalangan teman-temannya.
Semoga kita tidak menjadi manusia-manusia pintar namun bodoh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar