Selasa, 25 Maret 2014

LDR

Kata teman-teman LDR itu enggak enak, pasti-lah, ya ... dua hari suami dinas keluar kota aja rasanya uda gimanaaa gitu, biasa siang makan bareng, sore cerita-cerita, malam ngobrol-ngobrol, hari itu enggak ada. Meski bisa ngobrol via telepon tapi kan terbatas. Terbatas waktu, pulsa, aaah, pokoknya kehadiran itu enggak tergantikan, deh.


sumber gambar : google-lukmanfauzan.blogspot.com

Nah, enggak lama lagi saya harus siap-siap LDR-an sama suami, hks...hks.. sebenarnya rasanya beraaaaaat banget, tapi mau gimana lagi, demi kelanjutan nasib rumah tangga kami (halah), yaaa, mau enggak mau LDR adalah win-win solution untuk kami saat ini.*miris

Saya selalu teringat nanti suami makannya gimana? waktu puasa gimana? kalau kangen gimana? kalau suami sakit gimana? yang bersih-bersih rumah, rapikan pakaian? sarapannya, makan siang, makan malam? kalau rindu masakan saya gimana? (hihi, yang terakhir mah saya aja yang ge-er :-D). Pokoknya banyak pikiran yang berseliweran di kepala. Intinya saya khawatir, meskipun suami pernah nge-kost teuteup aja, seperti kata suami, selama nikah ia bergantung banget dengan saya. Sejujurnya, saya juga bergantung banget sama suami.

Sebenarnya saya ingin marah, tapi buat apa? cuma bikin stres sendiri. Berapa lama LDR-an? Belum tahu, mungkin setahun, dua atau tiga tahun. Semoga tidak terlalu lama, Aamiin.

Okey, sekarang saya harus semakin menyiapkan mental saya dan terutama Aisyah, karena Aisyah sangat dekat dengan ayahnya, saya juga baru kali ini bakal berjauhan dengan suami, hks..hks.. sebenarnya mengingat hari perpisahan yang semakin dekat membuat saya berkali-kali ingin menangis. Saya harus kuat... harus kuat... harus kuat!


Teman-teman yang pernah LDR-an dengan suami, bolehkah berbagi cerita bagaimana menjalani hari-hari? menyimpan rindu dan mengasuh balita tanpa suami di dekat kita? :-)

Musim Rambutan

Sudah hampir tiga bulan ini di Jepara-tempat domisili saya setahun terakhir sedang musim rambutan. Sebenarnya biasa aja kali, ya... musim rambutan kan terjadi di setiap daerah. Namun, ada yang membuat saya lumayan heran. Biasanya,jika musim rambutan di Banda Aceh, Batam, atau Medan paling banter yang saya lihat cuma sekitar tiga atau empat mobil pick up saja yang menjual rambutan dalam jumlah massal, kalaupun tempat khusus jual buah ada menjual rambutan hanya beberapa ikat saja.

Di Jepara ini yang mengangkut rambutan bukan hanya mobil pick up, tapi truk, container box, sampai semi fuso yang ban mobilnya ada selusin itu setiap hari layaknya seperti mengangkut pasir, rambutannya sampai menggunung, Subhanallah ... benar-benar membuat saya terheran-heran.



Foto : Pick up dan Truk pengangkut rambutan

Rambutan-rambutan itu diperoleh dari masyarakat dengan cara mencicil. Biasanya, masyarakat membawa rambutan menggunakan sepeda motor sekitar sepuluh sampai dua puluh ikat kemudian dijual ke pemilik mobil besar itu. Setelah mobil penuh, baru deh jalan. Makanya tak heran kalau jalanan jadi macet total kalau sore-waktu pelaksanaan transaksi. Ya, semua transaksi jual beli dilakukan di tepi jalan. Kebetulan setiap tahun pusat kolektif rambutan berada di sepanjang jalan depan rumah kontrakan kami, tak heran kalau sore depan rumah jadi pasar dadakan.


Foto : Rambutan hasil kolektif :-D


Kok bisa ya rambutannya sampai sebanyak itu? Sebenarnya wajar sih, saya perhatikan setiap rumah di Jepara ini halamannya luas-luas dan masing-masing rumah minimal ada dua pohon rambutan di halamannya. Rumah kontrakan saya sendiri, ada empat pohon rambutan di halaman depan dan satu pohon di halaman belakang, masing-masing pohon buahnya bisa mencapai 500-an buah. Subhanallah, banyak sekali kan?

Wah, berarti harga rambutan di Jepara murah dong,ya? Menurut saya, masih cukup mahal. Satu ikat rambutan harga pasarannya Rp.35.000,- sampai Rp.20.000,- isinya sekitar 40-an buah. Sebab harganya yang masih cukup mahal, banyak masyarakat yang menjual sendiri rambutannya di tepi jalan aka tidak menjual pada pemilik mobil besar.


foto : Penjual Rambutan

Rambutan sebanyak itu dibawa kemana aja? Awalnya saya mengira ada pabrik rambutan kaleng di Jepara atau Semarang yang menampung rambutan sebanyak itu. Ternyata, rambutan-rambutan itu didistribusikan ke Semarang, Bandung, sampai ke Jakarta.

Nah, untuk jenisnya juga bervariasi lho... Menduduki posisi pertama itu rambutan jenis lengkeng. Padahal dari segi bentuk sangat tidak menarik, warnanya umumnya hijau dan kecil, tapi rasanya seperti buah lengkeng, makanya harga rambutan jenis ini yang paling mahal dijual, pasarannya Rp.35.000,-/ikat. Kemudian rambutan binjai. Kulitnya merah, buahnya besar, dagingnya tebal dan manis dengan biji yang kecil, harganya Rp.30.000,- sampai Rp.25.000,-/ikat. Selanjutnya rambutan biasa dihargai Rp.20.000,-/ikat.



foto : rambutan jenis lengkeng

FYI, di Jepara ini orang-orang menyebut rambutan yang manis dengan BUAH ACEH, sedangkan untuk sebutan rambutan adalah buah rambutan yang asam.

Minggu, 02 Maret 2014

HANYA CINTA YANG BISA

Alhamdulillah karena pertolongan Allah, tanggal 23 Oktober 2013 lalu saya dapat melahirkan putri pertama kami dengan selamat setelah berjuang selama dua hari di ruang bersalin. Rasa syukur, haru, bahagia bercampur jadi satu. Menjadi seorang ibu adalah rezeki paling indah dari Allah.

Kebahagiaan saya semakin bertambah ketika ternyata Rumah Sakit tempat saya bersalin menerapkan program IMD ( Inisiasi Menyusu Dini), Subhanallah… rasa bahagia saat IMD membuat saya lupa kalau saya sedang “diobras” saat itu, benar-benar tak terasa sakitnya. Padahal saya dijahit selama DUA JAM karena banyaknya robekan saat persalinan. Setelah bayi saya selesai IMD baru terasa sedang dijahit, tapi untung sudah hampir selesai.Rasa bahagia bisa menyusui putri kami di jam pertama kehadirannya membuat saya tenang, se hingga rasa sakit saat penyelesaian jahitan tak terlalu saya rasakan.

Bisa IMD pasca bersalin bukan berarti setelahnya berjalan mulus. Saat dipindah ke ruang rawat inap, tubuh saya tak bisa digerakkan. Tulang belakang saya dari tulang ekor sampai leher rasanya seperti mau patah jika digerakkan. Kata dokter, tulang belakang saya mengalami trauma. Padahal, bayi saya sudah menangis kejer. Perawat, mertua, dan ipar saya mendesak saya untuk memberikan sufor.

Alhamdulillah, suami pro ASI. Sejak saya hamil, kami rajin membaca artikel tentang keutamaan ASI. Beliau menyemangati saya kalau saya pasti kuat, pasti bisa. Beliau memberanikan diri menggendong putri kami dan mendekatkannya pada saya. Melihat wajah mungilnya, rasa cinta terasa membuncah dalam dada saya, saya mencoba menahan sakit dan menggendongnya dengan posisi setengah berbaring. Alhamdulillah, saat menyusui saya tidak merasakan sakit di tulang punggung dan bisa menyusuinya hingga ia tertidur. Subhanallah, hanya cinta yang bisa ….

Dua hari kemudian, saya pulang ke rumah. Tempat tidur di rumah tentu tak sama dengan yang di Rumah Sakit bisa di setting sesuai posisi nyaman kita. Saya belum bisa duduk sendiri, harus dibantu orang lain, suami sudah mulai masuk kantor. Setiap kali akan menyusui, posisi saya setengah berbaring, akhirnya putri kami, boro-boro mau menyusu, ia malah nangis kejer setiap kali saya gendong. Mendengar putri saya nangis, ibu mertua saya langsung datang dengan sufor dan mengambil putri saya dari gendongan saya. Hal ini membuat saya depresi berhari-hari. Saya stres setiap kali mau menyusui. Akhirnya, saya mogok menyusui sampai beberapa hari. Tapi, setiap kali melihat putri saya diberi sufor, hati saya sakit sekali, saya menangis.

Lagi, peran suami sangat menentukan. Beliau tak bosan memberi sugesti dan support pada saya dengan penuh kelembutan. Mengingatkan kembali komitmen awal kami untuk memberikan ASI Eksklusif untuk putri kami. Komitmen untuk menyusuinya hingga lulus S3 ASI.
Saya kembali membaca berbagai pengalaman para bunda yang menyusui anaknya dari beberapa group pro ASI yang saya ikuti. Bukan hanya saya yang memiliki “kendala” saat menyusui. Tapi, jauh lebih banyak yang semangat dan sukses menyusui hingga dua tahun bahkan lebih. Padahal, kebanyakan dari mereka adalah working mom. Masa saya yang full time mom enggak bisa, sih?

Support suami dan pengalaman para bunda yang saya baca membuat saya kembali semangat untuk menyusui putri kami. Semangat untuk menjalani fisioterapi. Minimal saya harus bisa duduk benar untuk menyusui anak saya. Tak mudah memang, bukan sekali dua setiap kali saya gendong putri saya malah nangis kejer sampai badannya hampir membiru. Sempat down lagi karena khawatir. Tapi, saya sangat mencintai putri saya. Saya ingin memberikan yang terbaik dan ASI adalah yang terbaik menurut saya.

Tapi bagaimana ya, baru digendong saja sudah nangis kejer … :’( Akhirnya, saya memberikan ASIP untuk putri saya. Nah, ternyata memberikan ASIP juga enggak gampang. Awal-awal memompa, saya hanya dapat sekitar 20ml-50ml dari kedua PD. Padahal saya sudah banyak minum dan makan sayur serta buah. Haduh, ini juga membuat stres “jangan-jangan ASI saya sedikit”.

Baca- baca lagi, “Oh, ternyata harus rajin dipompa agar ASI-nya banyak. Harus rileks dan positive thinking, karena ASI itu kerja otak. Diproduksi sesuai permintaan. Semakin banyak permintaan, semakin banyak diproduksi.” Saya coba jalani, konsisten memompa setiap 2-3 jam sekali. Alhamdulillah, semakin lama ASIP yang saya hasilkan dapat semakin banyak, bisa hingga 350ml sekali pompa. Subhanallah, hanya cinta yang bisa ….

Tujuh minggu pasca melahirkan, saya baru bisa jalan sedikit-sedikit dan sangat pelaaan sekali. Saya bertekad, harus bisa menyusui langsung. Ternyata, menyusui itu memang enggak mudah saudara-saudara …. Kurang cukup jika hanya dengan modal semangat. Butuh tekad yang kuat, butuh kesabaran yang tak terbatas, butuh kuping yang tebal, butuh dada yang lapang melebihi lapangan sepak bola, dan yang terpenting butuh cinta yang unlimted.

Kenapa?
Karena hanya cinta yang bisa membuat tekad kita enggak terkikis saat bertabrakan dengan kendala-kendala saat menyusui. Karena hanya cinta yang bisa membuat kesabaran kita seperti tak ada habisnya untuk berusaha menyusui buah hati kita. Karena hanya cinta yang bisa membuat kuping kita kebal dengan omongan orang tentang komitmen kita memberikan ASI pada buah hati kita. Karena hanya cinta yang bisa membuat kita berlapang dada dengan tanggapan sinis, kritik tajam, omelan orang-orang di sekitar yang mungkin menganggap kita enggak mampu menyusui, ASI kita sedikit, enggak bagus, sampai enggak sayang anak karena dibiarkan menangis. Karena hanya cinta yang bisa membuat kita mencari informasi dan menambah wawasan sebanyak-banyaknya tentang ASI sehingga akhirnya kita bisa mematahkan opini orang-orang tentang komitmen kita untuk menyusui buah hati kita. Dan, karena cinta Allah-lah yang membuat kita bisa meng-goal kan niat menyusui kita hingga sukses.

Alhamdulillah, sejak usia delapan minggu ‘Aisyah Hilmiya Ahmad – putri kami, sudah menyusui langsung dan tidak mau lagi dikasih ASIP. Bahagianya… hanya cinta yang membuat segalanya menjadi nyata! :-)

Buat bunda yang masih berjuang untuk menyusui, saya ingin berbagi tips dan trik-nya berdasarkan pengalaman saya, yaitu :
- Banyak Membaca. Cari info sebanyak-banyaknya tentang ASI. Manfaatkan teknologi untuk search dan gabung di group yang pro ASI. Ini berguna banget buat mempertahankan komitmen kita untuk menyusui dihadapan orang-orang yang enggak terlalu pro ASI.
- Tenang. Ini penting banget saat menyusui langsung. Meskipun awalnya bayi nangis kejer saat kita gendong, namun kalau kita tenang, Insya Allah ia juga akan tenang. Kalau kita panik saat dia nangis, maka bayi kita akan semakin nangis kejer, seperti kontak batin gitu.
- Bahagia dan Positive Thinking. Berusaha untuk bahagia dan positive thinking kalau ASI kita pasti cukup. Kalau kita pasti bisa menyusui bayi kita. Jangan stres, meskipun mungkin puting kita masuk, rata, atau payudara kita tidak besar, yakinlah, itu enggak ngaruh, selama terus berusaha untuk happy and positive thinking, Insya Allah ASI kita enggak akan kurang.
- Rajin. Baik menyusui langsung atau pun ASIP, kuncinya rajin. Rajin menyusui dan atau rajin memompa ASIP. Ingat! ASI itu sesuai permintaan. Semakin sering/banyak permintaannya, semakin banyak produksinya.
- Evaluasi. Kegiatan menyusui juga perlu evaluasi lho … Pengalaman saya saat menyusui langsung, bayi saya pernah beberapa kali tidak BAB selama dua minggu. Padahal setiap hari saya rajin pijat ILU dan membuat gerakan seperti ngayuh sepeda pada bayi saya. Walaupun katanya kalau perutnya enggak keras dan bayinya enggak rewel, berarti aman, saya tetap khawatir juga. Untuk itu, perlu evaluasi 3F (Fluid, Food, Fitness). Ayo check, dimana “salahnya”.

Itu dulu dari saya, semoga bermanfaat. Ayo, semangat lulus S3 ASI! 